Selasa, 18 Oktober 2011

LPI Amateur Leagues


Dulu kawan, kini lawan.
Bagaimanakah nasib kompetisi kita? Tak ada yang bisa menjawab, bahkan pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sekalipun. Sepak bola Indonesia kini tengah dilanda persoalan hebat. Bagaimana tidak, sebanyak 14 klub - semuanya adalah tim besar di Indonesia - sepakat tak mau mengakui kompetisi yang digulirkan PSSI. Laga Persib Bandung vs Semen Padang di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, akhir pekan silam tak diakui sebagai laga pembuka kompetisi musim 2011/2012. Laga yang berakhir imbang 1-1 hanya sekadar partai uji coba.
Perlawanan kubu 14 klub kian masif. Dalam waktu yang tak lama lagi, mereka akan mengadukan PSSI ke AFC dan FIFA. PSSI dituding arogan dalam mengambil keputusan, khususnya penetapan jumlah tim yang bertarung di kompetisi level satu (Liga Super Indonesia). Dengan alasan permintaan sponsor, PSSI, dalam hal ini komite kompetisi memasukkan enam tim, yang, menurut peraturan yang berlaku, belum layak bermain di kasta tertinggi sepak bola nasional.
Keenam klub tersebut adalah Bontang FC, PSMS Medan, Persebaya, Persema Malang, Persibo Bojonegoro dan PSM Makassar. Kita tahu, Bontang FC musim lalu degradasi ke Divisi Utama. Tim berjuluk Laskar Khatulistiwa terkapar di dasar klasemen Djarum ISL yang menuntut mereka turun kasta. PSMS dan Persebaya tak punya prestasi kinclong di Divisi Utama. Kedua tim lawas ini kalah saing dengan Persiba Bantul, Persiraja Banda Aceh, Mitra Kukar bahkan dari Persidafon Dafonsoro. Peraturan mengharuskan, klub yang layak tampil di kompetisi level satu adalah juara, peringkat dua, tiga, dan pemenang partai play off. Adapun PSMS dan Persebaya sama-sama tak punya prestasi apa-apa. Sementara PSM, Persikabo dan Persema tak layak tampil karena masih dalam status hukuman terkait keterlibatan mereka di Liga Primer Indonesia (LPI). PSSI kala itu menjatuhkan hukuman kepada ketiganya, karena dinilai telah bertanding di kompetisi yang tak akui federasi resmi.
Statuta PSSI menegaskan, jumlah tim yang bertanding di kompetisi level satu adalah 18 tim. So, karena PSSI memasukkan enam tim lagi, maka kubu 14 klub melawan.
"Buat apa kami mengikuti kompetisi yang jelas-jelas melanggar Statuta PSSI?" kata Harbiansyah Hanafiah, juru bicara kubu 14 klub.
Selain enam klub yang dianggap bermasalah, PSSI juga dibombardir tentang kepemilikan saham. Saham PT Liga Prima Sportindo yang didaulat sebagai penyelenggara kompetisi, hanya dimiliki oleh dua orang, yakni Djohar Arifin Husin (Ketua Umum PSSI) dan wakilnya, Farid Rahman. Saham Djohar sebesar 70 persen, Farid mendapatkan jatah sisanya.
"Lalu, klub dapat apa? Kami yang berdarah-darah mencari uang, orang lain yang menikmati," tandas Harbiansyah, Ketua Umum Persisam yang beberapa waktu lalu menolak jabatan sebagai Ketua Badan Liga Indonesia (BLI).
Eksistensi PT Liga Prima Sportindo tak lepas dari kecaman. Kubu penentang berpendapat, seharusnya PSSI terlebih dahulu meminta pertanggung jawaban PT Liga Indonesia selaku penyelenggara kompetisi musim lalu.
"Kalau memang mau diganti, ya harus lewat kongres dong. Karena PT Liga Indonesia dibentuk melalui kongres," kata Harbiansyah.
Bukannya memecahkan persoalan lewat diskusi, PSSI merespon klub-klub yang mbalelo dengan ancaman. Jika sampai 26 Oktober 2011 tak mendaftar ulang sebagai peserta kompetisi, maka ke-14 klub kemungkinan besar akan dicoret dari keanggotaan PSSI. Harbiansyah dan kawan-kawan bergeming. Mereka tetap kokoh kepada pendiriannya. Bahkan, mereka akan memulai kompetisi pada 1 Desember 2011.
"Kalau dipaksakan mengikuti jadwal PSSI, banyak klub yang belum siap. Terlebih soal pendaftaran pemain," kata Harbiansyah.
Ironis, memang. Kita tahu siapa Harbiansyah. Dia adalah salah satu aktor di balik terjungkalnya Nurdin Halid dari kursi Ketua Umum PSSI yang sekaligus mengantarkan Djohar Arifin Husin sebagai orang no.1 di kepengurusan sepak bola Indonesia. Selain Harbiansyah, ada juga Syahril Taher (Persiba Balikpapan), Agus Santoso (Persiwa Wamena) dan Wisnu Wardhana (Persebaya).
Kini, keempatnya berbailik arah menggempur Djohar Arifin Husin, orang yang pernah mereka perjuangkan.
"Dulu kami menentang Nurdin Halid karena melanggar Statuta PSSI. Kini, hal yang sama tetap kami lakukan. Kami berpatokan kepada Statuta PSSI. Kepengurusan PSSI saat ini telah melanggar statutanya sendiri dan kami tak akan membiarkannya," ujar Harbiansyah.
Dalam cerita film atau sinetron, ini namanya senjata makan tuan.

0 komentar:

Posting Komentar

adam ilyasa. Diberdayakan oleh Blogger.